TNT NEWS
Sebagai orang Indonesia yang mempunyai berbagai ragam suku dengan adat istiadatnya, kita dapat melihat berbagai tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang kita. Berbagai tradisi dan adat terus diwariskan melewati ruang dan waktu dan semua terwariskan dengan baik sampai ke generasi kita yang menggeluti teknologi dan pengetahuan yang serba maju.
Sekalipun teknologi dan pengetahuan telah begitu maju namun sebagai orang yang mewaris adat dan tradisi, kita masih berpegang teguh kepada warisan leluhur ini sebagai identitas keluarga maupun pribadi kita sendiri. Identitas kita sebagai bagian dari suku kita dapat terlihat dari marga dan adat yang masih kita pegang terus sampai sekarang.
Tradisi yang masih terus dilaksanakan adalah tradisi pernikahan. Sebagai orang Indonesia maka umumnya dalam tradisi pernikahan itu ada yang disebut dengan mas kawin. Mas kawin ini adalah harta yang diberikan oleh keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai Perempuan saat acara nikah. Mas kawin ini juga sering disebut Mahar.
Mas kawin dapat berupa uang atau barang. Mas kawin ini dibicarakan antar kedua keluarga untuk mendapat kesepakatan pelaksanaan adat. Bahkan mas kawin ini juga menjadi bukti keseriusan kedua belak pihak keluarga untuk melaksanakan pernikahan anak-anak mereka.
Mas kawin di berbagai suku dan budaya tradisi kita tentu mempunyai nilai dan wujud yang berbeda-beda. Sesuai dengan perkembangan zaman dan majunya teknologi, kadang mas kawin yang dahulu berupa barang atau hewan suda diganti dengan uang dengan tujuan agar semua berjalan praktis dan simple.
Tetapi kita berjumpa juga dengan tradisi dari salah satu suku yang menetapkan mas kawin yang begitu mahal dan kadang sulit sekali dijangkau oleh pihak keluarga mempelai laki-laki. Disinilah kita dapat melihat betapa beratnya nilai pernikahan itu sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memenuhi tuntutan adat pernikahan.
Oleh karena beratnya tuntutan adat itu, maka kaum pria dari suku itu akan mencari jalan keluar yaitu dengan menikah dengan wanita yang berasal dari luar suku itu. Mungkin disebabkan tidak begitu beratnya tuntutan dan syarat pernikahan dari suku si Perempuan itu. Tidak diperlukan biaya yang besar untuk merayakan pernikahan mereka dan tidak diperlukan harga yang mahal dari mas kawin yang diminta.
Tetapi kita tetap harus menyoroti dari sisi perspektif gereja Kristen tentang mas kawin yang mempunyai harga atau nilai yang mahal. Gereja Kristen harus ikut serta memberikan masukan dan saran kepada para tetua adat agar pernikahan dan mas kawinnya itu tidak menjadi beban berat bagi keluarga calon mempelai laki-laki.
Mas kawin dalam satu suku terlebih suku yang telah menjadi Kristen, sepatutnya tetap dipertahankan walau sudah diisi dengan iman Kristen. Iman Kristen seharusnya menggarami dan mewarnai pengertian dari tradisi pernikahan suku kita itu. Nilai kasih Kristus seharusnya membebaskan suku tersebut dari kekangan dan beban berat soal mas kawin. Di dalam kasih kita dapat saling memahami dan menerima satu dengan yang lain berdasarkan kasih Kristus.
Dengan berdasarkan pengorbanan Kristus dan kebangkitan-Nya maka seluruh adat dan budaya sudah ditebus oleh Kristus sehingga adat dan budaya dibebaskan dari segala percampuran okultisme dan pandangan suku yang sempit dan memberatkan. Dengan berdasarkan hal ini maka para tetua adat atau praktisi adat itu dapat menata dan mengatur seluruh pembicaraan mas kawin satu dengan yang lain dalam kasih dan damai Sejahtera.
Tidak ada lagi ketegangan dan keterpaksaan dalam soal adat dan mas kawin. Semuanya untuk membawa damai Sejahtera dan sukacita bagi kedua belah pihak keluarga secara khusus kepada kedua calon pengantin yang sudah mempersiapkan hari pernikahan mereka. Sebagai orang tua dan tetua ada maka kuasa salib Kristus sudah menyalibkan semua keegoisan dan keangkuhan manusia termasuk para praktisi adat sehingga Kuasa pengorbanan Kristus menjadi nyata dalam pelaksanaan adat pernikahan dan perihal Mas kawin.
Dengan ini gereja Kristen melalui seluruh pelayannya dapat memberikan pencerahan dan penerangan kepada anggota jemaatnya yang secara khusus para tetua adat atau praktisi budaya. Soal mas kawin itu dalam terang Kristus tidak lagi memberatkan melainkan membawa sukacita dan kedamaian. Gereja dapat mengajarkan kepada jemaatnya agar Kristus saja yang bertahta di dalam adat istiada suku itu. Firman Tuhan harus menggarami seluruh system dan regulasi adat sehingga terjadilah pembaruan adat seiring dengan iman dan kelahiran baru yang telah diterima oleh jemaat.
Selain itu, sangat penting juga bagi gereja Kristen untuk selalu mengadakan Kebangunan Rohani di Tengah-tengah jemaat Kristus untuk selalu membawa semua anggota jemaatnya mengalami pengalaman kelahiran Kembali kepada setiap generasi juga kepada para praktisi adat. Kelahiran baru ini akan membawa pemahaman yang baru soal kebudayaan dan tradisi suku termasuk soal mas kawin ini. Dengan adanya kebangunan Rohani diharapkan juga terjadi banyak perubahan di dalam budaya dan pandangan suku tentang mas kawin.
Dengan terjadinya perubahan hati dan konsep berpikir dalam suku itu, dengan sendirinya, dalam bimbingan gereja Kristen, pola tradisi mas kawin juga akan berubah. Mas kawin yang dahulu begitu mahal dan memberatkan, akan berubah dan menjadi dapat dijangkau oleh setiap keluarga yang hendak melangsungkan pernikahan anak-anak mereka. Semua orang akan bersukacita dan umat Tuhan sendiri pun bersukacita.
Untuk memajukan hal ini, maka gereja Kristen dan seluruh praktisi adat dapat saling berdiskusi dan melaksanakan seminar adat secara khusus membicara topik mas kawin agar dapat disepakati dan dirumuskan perihal mas kawin dalam tatanan dan konsep yang baru sesuai dengan Alkitab. Kemajuan di bidang dialog dan diskusi ini sangat menentukan sehingga seluruh jemaat sepatutnya menyokongnya dengan sungguh-sungguh.
Menjadi tugas yang berat bagi gereja dan anggota jemaat bila ada Sebagian anggota jemaat yang masih berpikir masih seperti di “zaman batu” yang tidak mengikuti pemahaman Injil dan kehendak Tuhan. Hal ini dapat menghambat damai dan sukacita dari pasangan yang akan menikah. Efek besar akan terjadi yaitu perpisahan hubungan kedua calon mempelai. Hal ini sangat menyakitkan kedua orang ini. Kadang egois dan keangkuhan begitu menguasai keluarga dan tidak memperdulikan hati dari anak-anak yang akan menikah.
Perlu disadari bahwa perihal yang mempertahankan budaya mas kawin yang mahal sangat merugikan anak-anak muda dan keluarga itu sendiri. Kemajuan tidak akan terjadi dan itu menjadi beban keluarga.
Karena itu setiap orang-orang Kristen yang menjadi bagian suku yang masih membicarakan mas kawin dalam pernikahan suku mereka, sepatutnya memikirkan ulang Kembali soal pernikahan dan mas kawin ini. Hendaknya mas kawin dan pernikahan didasarkan kepada kehendak Kristus seperti yang tertulis dalam firman-Nya di Alkitab.
Oleh Pdt. Josua BTM Siahaan, M.Th