Israel, Bet She’an – Pada 12 Februari 2025, Tim Doa Profetik 2025 melintasi perbatasan kedua negara dengan melewati Sungai Yordan, yang menjadi batas alami antara Yordan dan Israel. Setelah melewati pemeriksaan ketat di imigrasi Yordan, para peserta melanjutkan proses administrasi di imigrasi Israel, di mana setiap peserta diberikan tanda masuk berbentuk kartu identitas sementara untuk memasuki Tanah Perjanjian.
Saat memasuki Israel, perbedaan lanskap begitu mencolok. Dari Lembah Yordan yang gersang dan tandus, mata disambut oleh hamparan hijau subur yang membentang luas, terutama di kawasan Bet She’an National Park. Tempat bersejarah ini menjadi saksi perjalanan panjang umat manusia, mulai dari masa Kanaan hingga era Romawi dan Kristen awal.
Di Bet She’an, Tim Doa Profetik mengadakan ibadah khusus yang sarat simbol spiritual. Menyalakan lilin di dalam menorah, meniup shofar, serta menaikkan pujian dan penyembahan kepada YHVH. Dalam pesan profetiknya, Gembala Rumondang Sitompu menegaskan, “Kamu adalah pemenang, karena sudah memasuki Israel, Tanah Perjanjian.” Ia mengutip Hakim-Hakim 6, mengingatkan bahwa Yakub melihat malaikat di Mahanaim dan bahwa kemenangan telah disediakan bagi mereka yang percaya.
Bet She’an, Kota Bersejarah dalam Alkitab
Bet She’an, yang disebut dalam Hakim-Hakim 1:27, awalnya dikuasai oleh suku Kanaan dan menjadi benteng strategis di Lembah Yizreel. Kota ini baru berhasil ditaklukkan oleh Raja Daud pada abad ke-10 SM. Tempat ini juga memiliki sejarah kelam dalam kehidupan Raja Saul. Pada tahun 1010 SM, Saul dan tiga putranya tewas dalam pertempuran melawan orang Filistin di Gunung Gilboa. Tubuh mereka kemudian digantung di tembok kota Bet She’an sebagai tanda kekalahan (1 Samuel 31:10).
Kematian tragis Saul menggugah hati Daud, yang saat itu belum menjadi raja. Ia menulis sebuah ratapan mendalam: “Lihatlah, orang-orang perkasa telah rebah!” (2 Samuel 1:17–27). Namun, para penduduk Yabesh-Gilead kemudian mengambil jenazah Saul dan menguburkannya secara layak sebagai penghormatan terakhir.
Jejak Peradaban Romawi hingga Kristen
Pada abad pertama SM hingga abad ke-4 M, Bet She’an berkembang pesat di bawah kekuasaan Romawi dan dikenal sebagai Scythopolis, salah satu kota utama dalam Dekapolis. Kota ini menjadi pusat perdagangan dan budaya yang megah dengan berbagai fasilitas, seperti: Teater Romawi berkapasitas 7.000 penonton; Jalan Palladius, jalan utama sepanjang 150 meter yang dikelilingi toko-toko marmer; Hippodrom, arena pacuan kuda dan pertunjukan gladiator; Sistem pemandian umum dengan teknologi pemanas hypocaust yang canggih.
Pada abad ke-4 M, Bet She’an beralih menjadi pusat Kristen. Kuil-kuil pagan diubah menjadi gereja, salah satunya Gereja Bundar di puncak Tel Bet She’an. Berbagai mosaik ditemukan di lokasi ini, termasuk gambar Tyche, dewi pelindung kota, dan salib merah di sebuah pemandian yang kemudian digunakan sebagai baptistery.
Namun, kejayaan Bet She’an berakhir ketika gempa bumi dahsyat pada tahun 749 M meluluhlantakkan kota ini, memaksa penduduknya berpindah ke wilayah lain.
Mental Seorang Pemenang
Dalam penyampaian profetinya, Rumondang Sitompu menegaskan bahwa sejarah Bet She’an mengajarkan umat untuk memiliki mental seorang pemenang. “Kita adalah ciptaan yang mulia. Saul mungkin mengakhiri hidupnya dalam keputusasaan di sini, tetapi kita harus bangkit sebagai pemenang,” ujarnya. Ia mengajak semua peserta untuk menghargai diri mereka sendiri sebagai umat yang telah ditebus dan memiliki kemenangan dalam nama YHVH.
Dengan semangat baru dan iman yang diperbaharui, Tim Doa Profetik 2025 meninggalkan Bet She’an dengan keyakinan bahwa mereka telah memasuki Tanah Perjanjian, membawa pulang bukan hanya pengalaman spiritual, tetapi juga panggilan untuk hidup sebagai lebih dari pemenang.