banner 728x250

Inilah Sosok yang berperan membantu “Penembahan Senopati” menaklukan Madiun

banner 120x600

TNT NEWS Peran Nyai Adisara membantu Panembahan Senopati menaklukkan Madiun merupakan salah satu strategi penting dalam upaya Mataram memperluas wilayahnya. Pada masa pemerintahan Panembahan Senopati, banyak adipati di berbagai daerah, terutama di wilayah timur, berusaha melepaskan diri dari kekuasaan Mataram. Dengan strategi yang cerdik dan militer yang kuat, Panembahan Senopati berhasil menaklukkan perlawanan tersebut dan memperluas pengaruh Mataram hingga ke Jawa Timur.

Dikutip dari buku Kisah-Kisah Fenomenal Penaklukkan Jawa karya Ahmad Wahyu Sudrajad, di antara perlawanan yang terjadi, Madiun menjadi salah satu wilayah yang cukup sulit ditaklukkan karena dukungan dari berbagai daerah di Jawa Timur. Adipati Rangga Jumena, penguasa Madiun, memiliki aliansi yang kuat dan berencana melawan Mataram bersama sekutunya. Dalam kondisi inilah, Panembahan Senopati tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga menggunakan strategi diplomasi yang melibatkan Nyai Adisara sebagai agen intelijen dan negosiator ulung.

Img 20250220 Wa0037

Ingin tahu bagaimana peran Nyai Adisara membantu Panembahan Senopati dalam menaklukkan Madiun? Berikut ini penjelasan lebih lengkapnya!

Siapakah Nyai Adisara?

Dikutip dari laporan penelitian berjudul Metode Perancangan Bagi Seni Pertunjukan Teater Bersumber Tradisi Lisan Dan Berperspektip Jender: “Pembayun Perempuan Pilihan” yang disusun oleh Prof Dr Yudiaryani MA, Nyai Adisara yang juga dikenal sebagai Nyai Pinjung adalah salah satu selir Panembahan Senopati dan ibu dari Putri Pembayun. Ia bukan sekadar selir, tetapi juga seorang telik sandi (mata-mata) ulung yang dimiliki oleh Mataram. Peran strategisnya dalam diplomasi dan intelijen terlihat ketika ia diutus dalam misi perdamaian ke Madiun.

Julukan Nyai Pinjung merujuk pada istilah Jawa ‘pinjung’, yaitu cara mengenakan kain dari dada hingga ke bawah tanpa menggunakan stagen, yang biasa dilakukan saat mandi di tempat terbuka seperti sungai atau sendang. Simbolisme dari pinjung mencerminkan sikap siap ‘klebus’ atau bersedia basah kuyup dan menanggung segala risiko demi tugasnya. Hal ini melambangkan pengorbanan dan kesiapan totalnya dalam menjalankan misi untuk kepentingan Panembahan Senopati.

Sebagai seorang telik sandi, Nyai Adisara menunjukkan kecerdikan, kesetiaan, dan keberanian luar biasa. Ia tidak hanya berperan dalam urusan domestik sebagai selir, tetapi juga memainkan peran penting dalam strategi politik dan militer Mataram. Kesediaannya untuk melakukan apa pun demi junjungannya menjadikannya sosok yang berpengaruh dalam sejarah awal Kesultanan Mataram.

Peran Nyai Adisara Membantu Panembahan Senopati Menaklukkan Madiun

Menurut Sri Wintala Achmad dalam buku Melacak Gerakan Perlawanan dan Laku Spiritualitas Ratu Kalinyamat, dalam sejarah penaklukan Madiun oleh Mataram, peran Nyai Adisara menjadi salah satu strategi kunci yang digunakan oleh Panembahan Senopati. Melalui kecerdikan dan keluwesan Nyai Adisara, Mataram berhasil melemahkan perlawanan Adipati Rangga Jumena tanpa harus mengerahkan kekuatan penuh dalam pertempuran.

Saat itu, penguasa Madiun bernama Adipati Rangga Jumena menjalin aliansi dengan beberapa daerah di Jawa Timur, termasuk Tuban, Sidayu, Lamongan, Gresik, Lumajang, Kartasana, Malang, Pasuruhan, Kadiri, Wirasaba, Blitar, Majapura, Pringgabaya, Pragunan, Lasem, Madura, Sumenep, Pakacangan, dan Pranaraga. Aliansi ini bertujuan untuk menghadapi kekuatan Mataram yang dipimpin oleh Panembahan Senopati. Namun sebelum pertempuran besar terjadi, Panembahan Senopati menyusun strategi untuk melemahkan pertahanan Madiun dengan taktik diplomasi dan tipu daya.

Panembahan Senopati mengutus Nyai Adisara, seorang perempuan berparas cantik dan berkepribadian menawan, untuk mendekati Adipati Rangga Jumena. Dengan penuh kepiawaian, Nyai Adisara membawa pesan bahwa Panembahan Senopati bersedia tunduk kepada Madiun.

Sebagai simbol kesetiaan, ia menawarkan diri untuk mencuci kaki Adipati Rangga Jumena dengan air kumurannya. Gestur ini dianggap sebagai tanda penyerahan diri, sehingga Adipati Rangga Jumena mempercayai bahwa Mataram telah tunduk dan tidak akan melawan.

Kepercayaan Adipati Rangga Jumena terhadap pernyataan Nyai Adisara menjadi titik balik dalam strategi perang. Dengan meyakini bahwa Panembahan Senopati telah menyerah, Rangga Jumena menghentikan dukungannya kepada pasukan gabungan Jawa Timur. Hal ini menyebabkan Madiun kehilangan aliansinya dan menjadi rentan terhadap serangan Mataram.

Tanpa perlawanan berarti dari Madiun, Panembahan Senopati kemudian melancarkan serangan yang berhasil menaklukkan daerah tersebut. Setelah menyadari bahwa dirinya telah ditipu, Adipati Rangga Jumena berusaha melawan, tetapi keadaan sudah tidak menguntungkan baginya. Ia akhirnya melarikan diri ke Wirasaba, sementara putranya, Mas Lontang, mencari perlindungan di Surabaya.

Selain keberhasilan Mataram dalam menguasai Madiun, peristiwa ini juga berujung pada pernikahan antara Panembahan Senopati dan Retno Dumilah, putri Adipati Rangga Jumena. Retna Dumilah yang awalnya tetap berusaha melawan, akhirnya tunduk setelah Panembahan Senopati menjanjikan status sebagai permaisuri. Pernikahan ini memperkuat kedudukan Mataram dan memperluas pengaruhnya.

Peran Nyai Adisara dalam strategi ini menunjukkan bagaimana diplomasi dan siasat licik dapat menjadi alat yang efektif dalam politik dan peperangan. Dengan kecerdikannya, ia berhasil memanipulasi situasi sehingga Mataram dapat mengalahkan Madiun tanpa pertempuran besar. Peristiwa ini menjadi salah satu contoh bagaimana strategi perang tidak hanya mengandalkan kekuatan militer, tetapi juga kecerdasan dan kelicikan politik.

Demikianlah penjelasan lengkap mengenai peran Nyai Adisara yang membantu Panembahan Senopati menaklukkan Madiun. Semoga bermanfaat!

Dari berbagai Sumber

Img 20250327 Wa0101
Img 20250327 Wa0106

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *